Sabtu, 11 September 2021

Pertolongan Tak Selalu Garangan


Pertolongan Tak Selalu Garangan
By Tundjung

Cerita ini saya posting terinspirasi dari sebuah grup FB yang ramai ngomongin soal garangan. Garangan yang dimaksud bukan hewan yang suka makan ayam, tetapi istilah yang menggeser buaya.  Biasanya ditujukan untuk laki-laki yang serakah dalam mencari kekasih.

Bagaimana garangan menggeser buaya juga belum jelas. Mungkin buaya protes karena lelah dijadikan kambing hitam. Lalu manusia ganti mengkambinghitamkan garangan. Kambing hitam sendiri tak berdaya menghadapi garangan apalagi buaya. Halah.

Lelaki berwatak garangan seringkali dikaitkan dengan perhatian atau pertolongan berbuntut modus. Namun benarkah semua bentuk pertolongan adalah garangan?

Kisah ini terjadi tahun 98-an. Aku masih gadis ting-ting saat itu, sedangkan Ayu Ting Ting sama sekali belum dikenal.

Dari Jawa aku ikut kakak ke  Sumbawa Besar tempat kakak bekerja. Piknik. Pantai daerah Sumbawa luar biasa indah.

Rencana awal, pulang naik bis Sumbawa Jogja. Apa daya tiket langsungan habis.  Maklum,  bertepatan dengan paska lebaran. Menunda pulang tidak mungkin karena jadwal koas sudah menunggu. Naik pesawat? Harganya mahal tidak terjangkau anak kost.

Jadilah aku nekat seorang diri mengadakan perjalanan dari Sumbawa ke Jogja. Naik bis sambung kapal, lalu bis lagi dan seterusnya.

Sewaktu hendak  menyeberang dari pulau Lombok ke Bali, di situ kisah bermula. Orang berdesakan di loket untuk beli tiket.  Zaman segitu belum musim antri. Kalau mau beli tiket ya harus  berdesakan. Masalahnya, yang berdesakan semuanya laki-laki.

"Masa sih, aku harus berdesakan dengan mereka para lelaki? Ya Allah, tolonglah hamba-Mu ini. Mudahkan hamba untuk dapat tiket tanpa berdesakan dengan para lelaki. Mahalan dikit tidak masalah."

Aku mengulang-ulang doa tersebut sambil berdiri di pinggir kerumunan.  Mataku hanya bisa menatap dengan pandangan merana. Sesekali mencoba mencari barangkali ada calo tiket.

"Nggak apa mahalan dikit, yang penting tidak berdesakan," kataku dalam hati.

"Mbak, mau beli tiket?" tiba-tiba seorang pemuda datang menyapa.

Eh, iya. Mas," jawabku sedikit terbata.

"Uangnya?" tanya si pemuda.

Aku pun memberikan uang ke Mas tersebut. Mulut terus berdoa,"semoga Masnya tidak membawa lari uangku. Semoga masnya tidak mengajak kenalan."

Doa yang terlalu mendikte, kalau kata orang. Namun aku tetap nekat berdoa seperti itu.

Lima, sepuluh, lima belas menit, sang pemuda belum muncul.  Aku hanya bisa pasrah. Jika sang pemuda itu menghilang membawa uang tersebut, ya sudah. Secara wajah tidak ingat.  Namanya juga tidak tahu.

"Ini tiketnya, Mbak."

Tahu-tahu masnya nongol begitu saja. Ia berkata sembari menyerahkan tiket dan uang kembalian.

"Terima kasih sekali,"jawabku.

Allah betul-betul mengabulkan doaku.   Mas itu segera berbalik setelah menyerahkan tiket. Tidak ada  tanda-tanda mengajak kenalan sama sekali.

"Alhamdulillah, terima kasih ya Alloh. Limpahkanlah kebaikan yang tak terkira kepada pemuda yang telah menolongku sehingga hamba terhindar dari kerumunan."


Nah, ternyata ada kok lelaki yang memberikan pertolongan tanpa ada unsur garangan. Dan sebaliknya, ketika seorang perempuan berkata 'engkau adalah jawaban atas doa-doaku', bukan melulu soal jodoh.

5 komentar:

  1. Ah. Kenapa gak ngajak kenalan, coba?

    Keren, Mbak. As usually, out of box.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Zaman segitu belum ada medsos. KL ada cukup minta link

      Hapus
  2. Balasan
    1. Zaman masih pakai surat menyurat, nunggu 14 hari baru bisa membaca balasan.

      Hapus
  3. Ada Campur tangan Allah di dalam semua kejadian, doabuntuk tal ngajak kenalan dikabulkan 🤲keren cerita 👍😘

    BalasHapus